Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

PORANG, PELUANG BISNIS MASIH TERBUKA

 

Porang atau Amorphophallus muelleri telah memiliki Sejarah yang Panjang sebelum orang ramai-ramai menanam beberapa tahun terakhir. Guru besar Fakultas Teknologi Pertanian UGM, yang aktif meneliti porang, Eni Harmayani, mengatakan komoditas umbi-umbian ini sudah dikenal dan dimanfaatkan sejak zaman Jepang.

Beratus ratus  tahun Porang ada di bumi pertiwi ini. di pinggir jurang. di bawah rumpun bambu, di bawah pohon duku dan pepohonan yang rindang. di semak belukar , di hutan lebat, tanpa ada  orang kita sudi menengok atau bisa memanfaatkan nya. bahkan jadi gulma dan musuh bagi petani  karena lebatnya daun porang yg mengalahkan tanaman sayur dll.  di cabut, di babat di buang ke jurang.

Saat itu, petani Indonesia di bawah kekuasaan Jepang dipekerjakan untuk menanam porang kemudian hasilnya dibawa ke negeri Sakura itu.“Jadi sudah panjang perjalanan porang itu, bukan hanya dua atau tiga tahun kemarin,” ujar Eni Harmayani ketika dihubungi, Jumat (22/1).

Di Jepang, porang dikenal dengan nama konjac, yang kemudian menjadi nama internasional. Puluhan tahun silam, porang sudah dimanfaatkan sebagai bahan baku makanan bergizi seperti konnyaku dan shirataki.

Sedangkan di Indonesia, porang belum bisa dimanfaatkan sebagai bahan pangan karena mengandung kalsium oksalat yang gatal. Sebelum bisa dikonsumsi, porang harus diolah lebih dulu menjadi glukomanan, dan Indonesia belum punya teknologinya. Sehingga, meski porang banyak tumbuh di hutan-hutan Indonesia, masyarakat belum bisa memanfaatkannya.

Walaupun dari jaman Jepang Porang ini telah di manfaatkan oleh orang Jepang, mengapa sampai saat ini kita belum bisa mengolah atau memanfaatkan Porang sebagai makanan tambahan setelah Nasi. Kemungkinan besar karena Pengelolaan Porang ini sangat di rahasiakan oleh Jepang, karena kalau sampai  kita orang Indonesia tahu cara mengolah porang  menjadi makanan, jadi beras shiratake, jadi konyaku, jadi mie Porang. maka mereka khawatir  nanti porang kita di konsumsi sendiri dan mereka tidak dapat lagi suplay porang untuk prajurit mereka di luar negri. Sehingga sampai saat ini nenek moyang kita tidak mewarisi kita cara pengolahan porang yg memang mereka tidak tahu.

Setelah merdeka, di bawah Perhutani porang kembali dikembangkan karena adanya permintaan dari pasar ekspor yang cukup besar. Selain sebagai bahan baku berbagai produk makanan, di dunia farmasi porang juga dimanfaatkan untuk bahan baku berbagai jenis obat.

Informasi terkait porang yang laku di pasar ekspor kemudian berkembang. Membuat masyarakat mulai mengembangkannya, terutama di daerah Madiun dan Kediri beberapa tahun lalu. Tapi informasi itu masih terbatas, hanya orang-orang tertentu saja yang punya akses.“Sampai akhirnya dua atau tiga tahun lalu booming ya, setelah ada petani porang yang mengklaim keuntungannya sampai sekian miliar,” ujarnya.

Petani itu adalah Paidi, yang membuat banyak orang berbondong-bondong menanam porang. Dia menjadi sosok penting dari perkembangan budidaya porang di Indonesia.

Pasar ekspor utama porang yakni Cina, Vietnam, hingga Jepang. Selain negara kawasan Asia, Eropa juga menjadi salah satu negara tujuan ekspor porang. Biasanya porang yang diekspor dikirim dalam bentuk chip atau produk setengah jadi, yang nantinya di negara penerima ekspor akan diolah menjadi bahan dasar pangan, kosmetik hingga industri.

Jepang dan china sebagai pengkonsumsi porang belakangan ini kesulitan stok karena faktor alam dan pertambahan penduduk  yang makin banyak butuh porang sangat banyak. Tahun 2014 kemarin datanglah mereka ke indonesia untuk cari porang. Karena memang sumber/pusat  porsang dunia ada di indonesia pada dasarnya porang sudah di kirim ke sana sejak tahun 1962 oleh PT Ambico Pasuruhan dan PT Sanindo bandung  tapi kebutuhan di sana makin banyak.

Maka wakil pemerintah mereka datang langsung untuk kerjasama atau MOU pembelian dan penanaman porang. awalnya dengan Perhutani madiun di saradan  sana. Mulai saat itu porang berkembang makin pesat dan luasan lahan porang khususnya di jatim (madiun,  nganjuk, ngawi, bojonegoro) makin luas .

Badan Pangan Dunia FAO menyatakan dunia dalam keadaan darurat pangan, dan Indonesia juga merasa perlu memperkuat ketahanan pangan salah satunya adalah Porang yang merupakan substitusi  yang ternyata 5 kali lebih baik dari beras. Maka booming  lah porang di negri ini, kebutuhan dunia yang sangat besar yang konon baru terpenuhi  5/10% saja dan potensi ratusan juta penduduk indonesia yang pada titik tertentu nanti akan berubah pola makannya dari padi akan berubah makan beras porang.

Peluang ini terbaca oleh petani kita dan pengusaha kita. maka mulai tahun 2019 kemarin sudah mulai pada gila porang. porang yang tadinya tanaman liar mulai jadi idola ratusan bahkan ribuan hektar lahan berubah jadi lahan porang. Potensi pendapatan porang yang sampai ratusan juta perhektar permusim membuat para pengusaha yang selama ini tidak melirik dunia pertanian mulai berebut peluang bertani porang.

Berdasar data Badan Karantina Pertanian (Barantan),  mencatat pada semester pertama 2021, ekspor porang Indonesia mencapai angka 14,8 ribu ton, angka ini melampaui jumlah ekspor semester pertama pada 2019 dengan jumlah 5,7 ribu ton, kenaikan ini menunjukkan aktivitas ekspor sebanyak 160 persen.

Jadi Tanaman Porang ini masih sangat berpotensi untuk menjadikan sumber pendapatan kita. Selain mudah dalam budidayanya tempat penjualannya juga semakin mudah di dapat.

 

Posting Komentar untuk "PORANG, PELUANG BISNIS MASIH TERBUKA"